Sebagian besar orang bilang : "Enak yaaah ga ada revisi. Gimana sih caranya?" Untukku, aku ga tau sama sekali bagaimananya. Cuma untuk proses skripsiku, aku masih ingat betul. Yang aku yakin proses kita berbeda.
Saat penyusunan skripsi menjelang sidang penelitian, laptopku mati. Ga mau nyala. Tewas gitu aja. Mau pinjem yang lain, pastinya dipake juga dong. Secara sama-sama nyusun. Jadi aku menggunakan barang yang ada, yaitu smartphone yang aku punya. Instal office pro lalu mulailah aku ngetik di layar kecil Galaxy Young GT S5360. Tulisannya kecil-kecil, ya emang karena layarnya kecil juga kali. Bentuknya jelas ga senyaman saat ngetik di laptop atau komputer. Setiap ada waktu diusahain ketik. Setiap ada kesempatan digunain mikir.Pokoknya skripsi ini harus bisa dikerjain dengan benar.
Enaknya saat skripsi tuh jadwal kuliah ga tentu. Masih bisa wara-wiri diluar sana. Datengin lokasi penelitian yang sangat ku suka, stasiun kereta. Simpel sih kenapa pilihan jatuh ke PT. Reska Multi Utama Bandung (anak persero PT. KAI). Karena aku ga tau hotel mana yang bisa nerima anak skripsian kayak mahasiswi bau kencur ini. Channel orang dalem ga banyak. Semua usaha sendiri. Ya satu hal yang aku pahami, kekuatan relasi itu menentukan guys. Soalnya saat aku dateng sendirian kemudian ga kenal siapa HRDnya, siapa manajernya, siapa CEOnya, itu ibarat aku ini kucing yang mau neduh dirumah manusia sebentar tapi banyak pintu yang menolak. Perumpamaan yang jelek, well memang haha. Padahal kalau aja mereka ngijinin, bisa ada simbiosis mutualisme dimana mahasiswa menerapkan teori dari timbunan buku yang udah dipelajari sedangkan si hotel bisa mengajarkan mahasiswa tsb sekaligus mengambil terapan teorinya yang bisa saja policy baru. Kemudian nyeletuklah adik kelasku bernama Regiyan mengatakan bahwa PT. Reska Multi Utama ini bergerak di bidang katering dan supply makanan ke kereta. Tanpa pikir dua kali, aku datengin kantor pusatnya.
Surpriseee si bapak HRDnya memberikan ijin. Ga perlu nunggu banyak administrasi yang meribetkan hanya perlu ngasih surat ke HRD sananya. Aku berencana akan ambil lokus ini untuk skripsiku. Yang ternyata ada Elvo Rizky E.A dan Edwin Stefanus yang ikut serta. Setelah rundingan panjang lebar kali tinggi, aku akan ambil marketing, Elvo ambil HR dan Edwin ambil produk. Maka kita bertiga inilah yang sering menyambangi PT Reska. Lokasinya dibelakang stasiun Kota Bandung.
Menjelang detik-detik pengumpulan skripsi, sekitar 3 bulan sebelum lah, aku ada masalah internal yang bikin drop banget. Sampai ga bisa makan, ga bisa minum, susah tidur. Sempet juga malah ga ngampus seminggu. Mau jadi apa coba?! Ckckckck. Tapi sekarang sih bersyukur masa itu udah lewat. Imbasnya, dulu untuk bisa makan, diajak makan terus jam berapapun. Kuliah pagi, siang bersihin kosan, sore main, malem makan, subuh pulang, tidur sampai jam 6 pagi, aktivitas lagi. Kayak ga pernah tidur. Nonton film marathon. Dan inget banget lah itu lagi puasa. Jadi buka dan sahur jarang dikosan. Formasi tetapnya ada aku, Elvo, Edwin dan Sabrina. Ada beberapa kali sahur sendiri dikosan masing-masing, ujungnya pasti diantara kita ada yang ga sahur. Jadilah kita sahur dan buka selalu bareng.
Support dari kawan deket selalu memacu semangat untuk nerusin skripsi sampai kelar. Ada Wiwi yang saingan sehat untuk sama-sama cepet lulus. Ada Elvo yang selalu sharing cerita. Ada Sabrina yang selalu menyediakan tempat kalau kita ngumpul. Ada Edwin yang keren olah data SPSS langsung valid dan reliable. Ada Puji yang semangatin dari jauh. Orang-orang yang berharga dan sangat membantu banget pas skripsi ada banyak, bener-bener ga cukup disebutin satu per satu apalagi hanya mengucap terimakasih. Tapi aku yakin Tuhan membalas kebaikan mereka :) AMIN.
Singkat cerita, saat menjelang hari H sidang, yang terdaftar hanya Wiwi, Edwin, Dewi, Sabrina tanpa Elvo. Karena Elvo memilih untuk yang sidang kedua. Aku menjalani hari seperti kalong. Makin sedikit tidurnya. Makin banyak pikirannya. Stress. Bingung. Gak Pede.Campur aduk. Kalian yang pernah melewati masa itu pasti tahu.
Dan eng ing eeengggg, hari H datang. Aku dapat di hari kedua. Hari pertama ada pembukaan sidang gitu, selesai pembukaan itu giliran Wiwi. Ini pun masuk dalam celetukan kami dulu. Wiwi berharap kalau sidang dapet yang pertama, sedangkan aku mending yang kedua. Tentunya ada alasan dibalik semua itu. Wiwi ga suka menderita nunggu, pengen yang pertama biar langsung lega meskipun deg-degan. Aku? Mending ada tumbal dulu, yaaa tapi aku ga suka nunggu juga. Jadi lebih milih yang ronde kedua, dan dapet kejadian deh di hari kedua.
Selesai upacara pembukaan, Wiwi jalan ke ruang sidang. Sedangkan kami yang saat itu peserta sidang juga, malah foto-foto. Bikin video buat ngucapin selamat lebaran, padahal lebarannya masih setengah bulan lagi, haha. Bersenang dahulu sebelum jadi pendiam nanti pas disidang :p
Sekitar dua jam kemudian, aku nunggu Wiwi keluar ruang sidang. OMG dia pucet banget. Meluk aku erat dan bilang dia selamat karena ada pembimbingnya didalem sebagai Pimpinan Sidang. Kita turut suka cita. Woah satu beban Wiwi hilang sudah. Tinggal aku besok entah gimana nasibnya. Seingatku, sorenya kami tetep buka puasa bersama dengan formasi tetap. Elvo berulang kali bawel jangan sampe kita begadang karena besok hari H aku. Sabrina sama Edwin dapetnya hari Jumat. Penghujung sidang gitu, jadi ada waktu dan menurutku sih makin jiper aja. Kebayang ga sih dengerin semua anak sidang yang baru keluar ruangan, hiiiiyyy. Tapi pada implementasinya sih, aku dipulangin subuh selesai sahur. Aku yang ga bisa tidur lagi karena kepikiran gimana entar, jadinya cuma belajar baca-baca kemudian buang lagi aja serakan kertasnya. Makin dibaca makin lupa gini, mending pasrah.
Aku sidang jam 10, dari jam 8 aku udah didepan ruangan. Asik dengan laptopku yang luar biasa, karena dia sembuh hanya pas sidang aja loh, mantap kan? Aku duduk dengan beberapa mahasiswa yang sama menunggu waktu sidang. Sampai datanglah godaan pertama. Pak Andre datang dan say hi lalu dia ledek-ledekin aku yang masih aja baca materi. Senyum jadi perisai utamaku. Nyengir jadi jawabanku. Bahasa udah lu gue sama Pak Andre, bikin beberapa anak noleh ke arahku. Heran kali mereka. Ga ngurusin juga sih. Dan datanglah godaan kedua, ketua prodi aku. Dia nyemangatin dan bilang harus nurut sama penguji, jangan ngebantah. Kalau salah harus akuin salah. Asal ga ngejiplak mah santai aja. Kalian tahu, kalimat yang di bold itulah mungkin yang jadi penyelamatku.
Datang lagi satu dosen, Pak Ganef, yang udah diceritain sebelumnya. Dia keluar dari ruang sidang dan langsung duduk disebelahku. Nunjuk-nunjuk slide presentasiku, sambil bilang "Lu bikin apaan sih? Ga lulus loh kalau kayak gitu", dan keperawakan Pak Ganef ini emang serius, lagi-lagi bikin orang noleh ke kami. "Apus aja udah, ga beres bikinan lu." Lanjutnya lagi terus pergi gitu aja setelah aku balas, "Yaudah biarin aja, weeek." Selepas dia masuk ke ruangan lagi, mahasiswa itu pada nanya sama aku deh jadinya. Kenapa aku dibilang gagal, dibagian apa yang dibilang salah. Terus dengan geleng-geleng aku cuma bilang jangan percaya sama dosen stress. Tapiii, si dosen ini balik lagi, ngerecok lagi, ngerusuh lagi.
Daaaan, eng ing eeeeenggggg *tepuk tepuk drum* Ternyata Pak Ganef ini jadi pemimpin sidang aku. Well, did you know? Aku di bully. Penguji bilang mumpung puasa makanya mau baik sama aku. Pak Ganef bilang aku ga bikin dia paham apa yang dibahas. Terus dinyatakan ga lulus. Pas diruang sidang yaaa atmosfernya beda, eh dibilang gitu. Keluar ruang sidang langsung peluk Dewi sambil ngoceh berulang tentang : "Tau gitu gue kunciin lagi di lift itu orang", sampe menitikan airmata, hehehe. Kalau diinget ya lebay. Tapi ya lega. Tapi gimanaaa gitu. At least itu tinggal nunggu seminggu lagi mengenai hasil keputusannya. Leha-leha lagi, Nyemangatin yang mau sidang. Termasuk Edwin, Dewi dan Sabrina. Beserta teman lainnya.
Yudisium tiba, pas seminggu setelahnya. Mau nangis banget. Takut, deg-degan. Hari ini jelas kita bakal tahu lulus apa engga. Aku nunggu dengan khawatir. Begitupun yang lainnya.Kami didudukan per program studi. Saling pegangan tangan. Asli dag dig dug. Satu per satu nama disebutin, makin memuncak saat jurusan aku dipaparin hasilnya. Daaaannnn, kami semua peserta sidang pertama dinyatakan LULUS semua! Yeaaaayyyy, kami terharu.
Tahap selanjutnya (pernah ngeh ga sih ternyata skripsi itu prosesnya lebih panjaaaang daripada kuliahnya) adalah nunggu pengumuman apa saja yang harus di revisi. Pas lagi jalan ke bagian administrasi, aku disalamin oleh Edwin, "Selamat ya De, beruntung banget sih lu." Aku sukses melongo. Apaan sih yang beruntung? Sampai aku lihat sendiri bagaimana nama keberuntungan yang dimaksud Edwin. Papan pengumuman, tentang revisi. Namaku satu-satunya yang kosong. Tanpa apapun dikolom yang perlu di revisi.
Aku langsung dapat beberapa ucapan. Intinya selamat aku sangat beruntung tinggal kumpulin skrispinya aja tanpa perlu di apa-apain. Aku bengong sekali lagi. Entah kenapa aku justru merasa ini bukan kelulusan yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin ada skripsi tanpa revisi? Ini mimpi. Kalaupun nyata, berarti ada kesalahan disini. Ada yang ga bener, ada yang ga wajar.
Segera aja aku cari orang-orang yang ada diruangan waktu aku sidang. Penguji dan pemimpin sidang. Diperjalanan aku ketemu sama pembimbing aku, aku tanyain kenapa bisa begini. Bukannya nenangin dia justru bilang ada yang salah kali. Dan makin was-was aja aku dengernya. Seketika aku nyariin dimana penguji aku. Setelah keliling kesana kemari, aku ketemu sama Pak Alex, salah satu pengujiku. Aku tanyain kenapa bisa aku ga ada revisi, dan dia bilang : "Loh bukannya bagus ya? Kamu kan tinggal nyantai." Aku cuma bisa menyuarakan kalimat "Tapi Pak," yang menggantung di udara. Selanjutnya aku nemuin Pak Ganef, a.k.a pemimpin sidang aku. Seperti biasa dia nyengir dan bilang seharusnya aku dapat 7 revisi, dimana kalau sampai angka segitu ya aku ga lulus. Karena mereka kasihan jadinya malah aku ga usah revisi aja. Sumpah ya kalimat si Bapak itu mendengung terus. Entah ada kalimat metafora atau engga didalamnya. Karena seolah aku ga lulus. Maksudnya kami sudah dikatakan lulus, tapi tentu aja belum valid, masih bisa ditarik gelarnya jika ada bukti yang bikin lulusnya ga sah. Lagipula kalau dipikir-pikir, misalnya harusnya ada 7 revisi, kenapa ga ada jejaknya sama sekali?
Aku makin galau gara-gara hal ini. Tidak tahu harus apa. Beberapa sudah aku rapihin skripsinya. Aku lihat yang lainnya revisi dan minta tanda tangan penguji, bukti bahwa sudah melakukan tugasnya. Sedangkan aku? Aku cuma tinggal kumpulin tanpa perlu tanda tangan penguji lagi. Menjelang batas pengumpulan, aku ketemu satu orang yang ga direvisi juga. Anak dari jurusan lain tetapi aku kenal baik. Dia tergolong anak yang rajin dan cerdas. Kalau dia ga revisi sih jelas aja, wong pinter kok. Eh, tunggu dulu, berarti aku juga bisa aja memang ga revisi sungguhan. Bukan merasa pinter, tetapi aku bukan satu-satunya yang tanpa skripsi. Wow! Kali ini aku agak lega. Aku langsung ke tukang print, karena aku ga bisa print sendiri. Lalu minta di jilid sama Abang fotocopy yang udah aku kenal, Om Kibo. Berhubung kenal, punyaku lebih diutamain, sesuatu yang menguntungkan juga sih hehe.
Setelah direnungin, mungkin aku dapat keberuntungan ini dari doa orangtua, doa temen-temen, doa pembimbing, dan nurut apa yang dia ucapain.
Dia nyemangatin dan bilang harus nurut sama penguji, jangan ngebantah. Kalau salah harus akuin salah. Asal ga ngejiplak mah santai ajaSampai hari ini, detik ini, aku bersyukur atas itu semua. Semoga kalian yang baca ini, yang akan menghadapi skripsi, akan mendapat keberuntungan ini. Ucapan adalah doa :)